7.2 C
New York
Friday, April 19, 2024

Cerpen: Keluargaku ODHA

Keluargaku ODHA

MISTAR.ID – Jangan bicara tentang sepi, karena kesepian adalah bagian dari kehidupanku. Kesepian yang mencekam setelah ditinggalkan oleh ayah, ibu dan satu-satunya adikku. Jangan pula bicara pilu, karena pilu adalah bagian dari keseharianku, didera kemiskinan, bahkan diselubungi ketakutan. Semua karena virus HIV itu…

Ini kisahku, kisah perjalanan yang pilu sejak aku masih berusia 10 tahun. Maaf jika aku tidak menyebutkan identitasku. Bukan karena malu, ini semata karena tidak semua orang bisa menerima keberadaan ODHA

Ini awal dari kisah pilu itu. Belasan tahun yang lalu, ditemukan pasien perempuan di rumah sakit yang meninggal dunia karena HIV. Yah, pukulan berat bagiku karena itu adalah ibuku. Aku, gadis kecil yang saat itu mungkin tidak tahu apa-apa, dan bagaimana virus itu menyerang keluargaku hanya bisa bersimbah air mata. Meskipun aku dinyatakan tidak terkena HIV, tetapi adikku yang tidak berdosa terdiagnosa HIV. Ayahku melarikan diri karena dialah sebenarnya penyebar utama virus mematikan tersebut.

Akhirnya, tinggallah aku bersama adik kecilku yang ODHA (orang dengan HIV Aids). Rasanya, hampir tidak kuat melanjutkan hidup ini. Ditengah kondisi perekonomian yang sangat tidak stabil dan kelanjutan hidup kami yang tidak tahu harus bagimana.

Waktu itu, oleh kesepakan keluarga, akhirnya aku bersama adikku dititipkan bersama uwak. Uwak yang hidupnya pas-pasan bertambah beban dengan kehadiran kami. Tahu bagaimana rasanya menjadi beban ? sangat menyedihkan ! Walau sebenarnya rumah peninggalan orangtua kami dijual untuk biaya hidup dan sekolahku. Belum lagi bila adik yang daya tahan tubuhnya lemah hingga sering sakit-sakitan. Dan tidak aku salahkan, jika uwak sendiri tidak berani merawat adik karena minimnya pengetahuan, ia tidak berani merawat adikku. Bahkan, kami juga tinggal dalam ruangan yang terisolasi dari mereka.

Tapi yang paling menyakitkan adalah suami uwak, pria itu sangat menakutkan. Dialah penyebab aku lari dari rumah uwak. Akh… kalau saja aku tidak melarikan diri dan melawan, mungkin saja aku sudah menjadi santapan kejahatan seksnya.

Lelaki itu berani mengarang cerita, ia mengatakan pelarianku dari rumahnya karena menganggap aku gadis liar. Biarlah cerita itu aku pendam, karena yang terpenting, aku tidak lagi tinggal bersama laki-laki bejat itu.

Bersyukur, aku mengenal kakak-kakak relawan yang dulu begitu antusias memberikan perhatian kepada kami. Bersama merekalah, akhirnya aku dan adik tinggal. Mereka yang sebelumnya tidak memiliki keterikatan apapun pada kami, justru menjaga kami layaknya adik kandung sendiri. Kehidupan kami, perawatan adik yang ODHA, dan biaya pendidikan aku, semuanya mereka yang memberikan. Dengan dana patungan, hingga bantuan orang hingga aku pun tidak tahu dari mana asal usul biaya pendidikanku hingga aku tamat kuliah. Hingga akhirnya adikku hanya bisa bertahan hidup diusianya yang ke 10 tahun. Merekalah malaikat penolong bagiku, setelah aku sebatang kara.

Allah memang maha segalanya, setelah kehilangan ayah ibu, serta harus rela kehilangan adik satu-satunya, aku digantikan dengan keluarga baru. Kakak-kakak pendamping para jurnalis, merekalah dahulu yang meliput pemberitaan tentang ibuku. Berita yang dulu sempat membuat aku malu. Tetapi, dari merekalah aku banyak belajar. Dari mereka pula lah aku punya keinginan untuk menjadi seorang Jurnalis.

Yah, aku kini menjadi jurnalis di Jakarta. cerita duka yang kualami telah berlalu. Aku harus bangkit, dan membuktikan bahwa tidak selamanya mendung kelabu. Karena setelah hujan akan datang pelangi. Terima kasih atas kebaikan kakak-kakak yang begitu berarti untuk hidupku.

jadi… jangan pernah bicara sepi, karena aku telah melewati kesepian itu. Jangan pernah bicara pilunya kehidupan, karena aku pun telah melewati kepiluan itu. Carilah kebahagiaan, berbagilah kebahagiaan, karena kita semua mampu untuk itu. (Rika Yoesz)

Related Articles

Latest Articles