10.1 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Panji Angreni dan Gambaran Watak Orang Jawa Semestinya

MISTAR.ID-Setiap karya sastra, baik kontemporer maupun tradisional, terpengaruh dengan situasi sosial yang ada. Kita bisa melihatnya dari film, musik, novel, hingga cerpen yang terasa relevan dengan kehidupan kita.

Pada konteks tradisional pun demikian. Lewat budaya Panji sebagai cerita rakyat yang ditulis, ia merepresentasikan perilaku masyarakat, khususnya kebudayaan Jawa. Kisah itu adalah Panji Angreni yang merupakakan tradisi Gresik dan keraton Surakarta.

Hal itu dipaparkan oleh dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Karsono H Saputra, lewat analisisnya Cerita Panji: Representasi Laku Orang Jawa (2010) dalam Jurnal Manuskrip Nusantara.

“Penelitian kecil ini didasari atas asumsi pertama, yakni suatu teks ditulis untuk mencatat apa yang pernah terjadi dan apa yang pernah ada dalam masyarakat, dengan cerita Panji sebagai objek penelitian, dan bahwa cerita Panji merupakan representasi laku bagi orang Jawa dalam mencapai kasampurnan,” tulisnya.

Baca Juga:Kisah Orang Jawa Yang Tak Jadi Bagian Dari Melayu

Secara ringkas, kisah Panji Angreni bermula dari rencana perkaiwanan Panji Inu Kertapati dengan Angreni. Tetapi ayah Panji (raja Jenggala) malah membunuh Angreni yang dianggap penghalang perkawinan yang seharusnya untuk Candrakirana, putri Kediri.

Panji Inu Kertapati mendapati mayat Angreni ada di Muara Kamal, dia pun mengembara dengan para kadean (pengikut) dan menyamar menjadi Klana Jayengsari. Suatu ketika, raja Kediri meminta pertolongan padanya untung menghadapi raja-raja sewu negara yang mau menyerang Kediri.

Singkatnya, Klana Jayengsari mendapatkan Candrakirana setelah membantu Kediri. Dia menyadari bahwa Candrakirana sebenarnya adalah Angreni dengan jiwa yang sama.

Karsono mengutip pendapat budayawan Jawa Poerbatjaraka, sastra Panji Angreni adalah kisah yang identik dentgan semangat kejawaan yang merebak pada masa akhir Majapahit.

Di sisi lain, ia menulis, Panji Inu Kertapati atau Klana Jayengsari sebenarnya adalah representasi dari Atman—percikan kecil dari Brahman yang berada di setiap makhluk hidup dalam konsep Hindu—sebagai objek.

Batara Narada, tokoh dalam kisah itu, berpendapat bahwa pengembaraan Panji mencari Angreni kelak akan menitis pada Ngrenaswara, adik raja Nusakancana.

Baca Juga:Mengenal Bulang Sulappei dari Simalungun, Dipakai Saat Acara Pesta Adat

“Perjalanan Panji Inu Kertapati (Klana Jayangsari) yang semula ingin mencari kematian karena diilhami oleh kisah raja Anglingdarma ternyata merupakan kisah peperangan dan pertempuran untuk menaklukkan musuh-musuhnya,” terang Karsono.

Dia melanjutkan, Candrakirana dalam kisah ini adalah simbil yang mewakili objek Brahman dalam tujuan akhir pengembaraan Panji Inu Kertapati. Dia maupun Angreni juga gambaran kebahagiaan abadi. Maka, usaha pengembaraan Panji adalah upaya dewa menyatukan keduanya.

Berhubung Panji sebagai tokoh dalam kesusastraan ‘asli’ rakyat Jawa, Karsono menganggap bahwa sosok ini adalah citra ideal bagi kebudayaan yang membangunnya.

“Bahwa pengembaraan Panji Inu Kertpati sebagai respresntasi laku tentulah harus dirunut secara tekstual pula,” tulis Karsono dalam makalahnya.

“Satuan peristiwa “Pengembaraan Panji dan para kadean, Panji dan para kadean beralih rupa dan berganti nama: Panji Inu Kertapati berganti nama menjadi Klana Jayengsari” akibat “tindakan Brajanata, suruhan raja Jenggala (ayah Panji), membunuh Angreni” merupakan “kelahiran” Panji Inu Kertapati atas kesadaraan perjalanan kehidupannya.”

Lewat laku, Panji Inu Kertapati hyang mencari dan menggapai kebehagiaan abadi ini harus melakukan berbagai nilai kebudayaan Jawa seperti: sesirih, nenepi, dan tarak brata yang secara simbolik dipaparkan dalam kisah itu.

Sesirih sebagai perilaku nilai adalah penerapan bagaimana Panji Inu Kertapati mengendalikan diri untuk tidak melakukan hubungan badan oleh perempuan-perempuan yang sebetulnya sudah diyakini sebagai Angreni.

Sedangkan nenepi dan tarak brata adalah perilaku yang terang-terangan tertulis dalam kisah yang harus dicontoh orang Jawa yang ideal.(nationalgeographic.co.id/hm01)

Related Articles

Latest Articles