8.4 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Mengenal Jaran Kepang, Warisan Budaya Jawa yang Harus Dilestarikan  

MISTAR.ID

Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan, adalah tarian tradisional Jawa yang menampilkan sekelompok prajurit sedang menunggang kuda.

Tarian ini berasal dari Ponorogo, para penari menggunakan kuda yang terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang dianyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda, dan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang digelung atau di kepang.

Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling atau kaca, dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.

Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, tarian ini juga diwariskan hingga ke generasi Jawa yang berada di luar pulau Jawa, seperti Sumatera Utara dan beberapa daerah lainnnya, bahkan ke luar Indonesia seperti negeri jiran Malaysia, Suriname, Hongkong, Jepang dan Amerika Serikat.

Baca Juga: Sanggar Seni Pusaka Aru Teater Garis, Lestarikan Budaya Lewat Tarian Adat

Namun, tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian jaran kepang ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Konon, tarian kuda lumping adalah tari kesurupan. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil yang menunggang kuda putih berambut emas, berekor emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reog abad ke 8.

Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri.

Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Baca Juga: Disparbud Gelar Pelatihan Warisan Budaya Simalungun

Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain.

Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.

Tari Kuda Lumping

Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4 fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri.

Baca Juga: Bupati Lantik Pengurus Dewan Kebudayaan Batu Bara, Kadisdik: Kebudayaan Harus Membawa Manfaat

Dalam pementasanya, kesenian kuda lumping tidak diperlukan suatu koreografi khusus, serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya Karawitan. Gamelan untuk mengiringi tari kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking.

Lirik-lirik kawih yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan imbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta.

Pada fragmen Buto Lawas misalnya, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik.

Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini.

Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.

Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.

Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe.

Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.

Jenis Kuda Lumping

Dari laman Warisan Budaya Takbenda Indonesia, setidaknya terdata 19 seni kuda lumping dengan berbagai nama, antara lain seperti di bawah ini.

  • Jathil Reog, Ponorogo
  • Jaranan Thek, Ponorogo
  • Jaranan Kediri, Kediri
  • Jaranan Sentherewe, Tulungagung
  • Jaranan Turonggo Yakso, Trenggalek
  • Jaranan Buto, Banyuwangi
  • Jaranan Dor, Jombang
  • Jaran Sang Hyang, Bali
  • Jathilan Dipenogoro, Yogyakarta dan Jawa Tengah
  • Jathilan Hamengkubuwono, Yogyakarta dan Jawa Tengah
  • Kuda Lumping Seruni Putro, Palembang
  • Jaran Kencak, Lumajang
  • Jaran Jenggo, Lamongan.(wikipedia/mypangandaran/hm02)

 

 

 

Related Articles

Latest Articles