10.9 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Horja Bius, Atraksi Wisata dalam Calendar of Event Horas Samosir Fiesta

Oleh:Rio Fernandez Tamba

Kabupaten Samosir merupakan salah satu kawasan daerah tujuan wisata yang dijadikan destinasi prioritas utama oleh pemerintah Indonesia saat ini. Destinasi wisata utama itu adalah Danau Toba yang menyuguhkan pemandangan alam yang sangat indah. Di Bentangan Danau Toba, kita dapat melihat pemandangan sebuah pulau yakni, Pulau Samosir.

Untuk menjual keindahan alam ini, Pemerintah Kabupaten Samosir pun mencoba menggalakkan kegiatan yang sangat beragam. Tujuannya untuk mendukung program pemerintah tersebut.

Kabupaten Samosir sendiri memiliki pembagian wilayah kecamatan yaitu Pangururan, Simanindo, Ronggur Nihuta, Palipi, Nainggolan, Onan Runggu, Sitiotio, Sianjur Mula-mula dan Harian.

Pelaksanaan upacara adat yang ada dimasyarakat Batak Toba, khususnya di Kabupaten Samosir, dilaksanakan berdasarkan partuturan (silsilah) dan sistem panuturan ari (pengaturan hari kalendar) yang ada di Batak Toba.

Fungsi dari partuturan dan sistem tanggal ini menciptakan kerukunan dan keteraturan dalam hubungan sosial untuk keharmonisan dengan sesama manusia dan penciptanya, seperti dalam umpasa (pantun) yang ada di Batak Toba yakni:

Adat do Ugari
Sinihatahon ni Mulajadi
Siradotan manipat ari
Salaon disiula bakung ari (Simanjuntak, 2009 : 98)

Artinya, adat adalah aturan yang ditetapkan pencipta, yang dituruti sepanjang hari akan akan tampak di kehidupan.

Pemerintah Kabupaten Samosir melaksanakan program pengembangan kepariwisataan yang telah dilakukan Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir.

Museum Huta Bolon Simanindo melakukan Renovasi untuk memperbaharui inventaris Rumah Batak dan Museum.  (Sumber:Arsip Museum Huta Bolon Simanindo)
Museum Huta Bolon Simanindo melakukan Renovasi untuk memperbaharui inventaris Rumah Batak dan Museum. (Sumber:Arsip Museum Huta Bolon Simanindo)

Progaram ini telah menunjukan hasil positif. Hal ini dapat diketahui dari makin meningkatnya jumlah pengunjung yang datang ke sejumlah event yang dilaksanakan di Kabupaten Samosir.
Salah satu strategi dilakukan oleh Dinas Pariwisata kabupaten Samosir adalah dengan mengikuti program yang diluncurkan Kementerian Pariwisata yang menetapkan 100 Calendar of Event (CoE). Kegiatan tersebut merupakan rangkaian acara yang berskala internasional yang akan dilaksanakan tahun 2021/2022.

Untuk menyikapinya, Kabupaten Samosir pun menyusun satu rangkaian acara yaitu Horas Samosir Fiesta (HSF). Horas Samosir Fiesta (HSF) adalah susuran acara yang mengangkat dan melestarikan budaya dan upacara adat yang ada di masyarakat Batak Toba, sebagai atraksi yang dikemas dengan keindahan, keunikan, bernilai, baik dalam kekayaan budaya, keanekaragaman, maupun hasil dari buatan manusia, yang dapat menjadi faktor daya tarik dan menjadi tujuan wisatawan untuk berkunjung.

Outputnya kemudian adalah menjadikan wisatawan termotivasi untuk melakukan perjalanan wisata. Pelaksanaan Horas Samosir Fiesta (HSF) sudah dilaksanakan dari tahun 2014.

Kegiatan ini sudah mendongkrak kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara yang berkunjung ke Kabupaten Samosir. Kegiatan yang sudah dilaksanakan setiap tahunnya yang merupakan budaya di masyarakat Batak Toba seperti Festival Sigale-gale, Horja Bius, Festival Gondang Naposo, Festival Solu Bolon, dan Festival Ulos.

Salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam Horas Samosir Fiesta (HSF) tersebut yang menarik adalah Horja Bius. Horja Bius adalah suatu konsep acara adat yang memiliki tujuan dalam mengucapkan syukur kepada Ompu Mula Jadi na Bolon (Pencipta).

Upacara ini dalam pelakasanaannya adalah dengan musyawarah yang dilaksanakan oleh Bius (Raja). Bius dalam masyarakat Batak Toba merupakan pemimpin suatu huta (desa), yang memimpin suatu wilayah atau sturktur pemerintahan.

Bius dalam suatu huta sebagai penanggung jawab yang berhubungan dengan malapetaka yang terjadi di masyarakat huta tersebut. Raja Bius juga sebagai pemimpin dalam pelaksanaan ritual yang dilaksanakan, seperti kegiatan Horja Bius.

Pengertian Horja dalam masyarakat Batak Toba merupakan penggabungan dari sebuah huta (desa). Horja merupakan tingkatan dari struktural huta yang menjadi peningkatan dari wilayah dan pemerintahan, dalam hal ini untuk mempermudah musyawarah dan pelaksanaan ritual dalam satu horja.

Horja dalam pelaksanaan upacara ritual dipimpin oleh satu bius (raja) saja. Bius yang memimpin suatu horja–dimana dalam pemilihan bius–adalah dengan melihat pengaruh dan kekuasaan yang diutamakan dalam pemilihan bius untuk suatu horja.

Bius dalam horja ini disebut dengan sebutan raja parjolo (raja yang diutamakan). Konsep upacara ritual Horja Bius adalah musyawarah dan kerjasama.

Keputusan yang sudah diambil dalam Horja Bius, harus diterima dan dilaksanakan bersama-sama oleh seluruh huta yang tergabung dalam horja.

Pelaksanaan Horja Bius ini dilaksanakan dalam kurun waktu setahun sekali, yaitu pada saat pertukaran tahun (akhir tahun). Hal ini sebagai ucapan syukur setelah melewati satu tahun penuh dan berdoa untuk mengawali tahun yang baru dengan tujuan keselamatan.

Ucapan syukur yang dilaksanakan adalah Mangalahat Horbo (menyembelih kerbau), sebagai persembahan kepada Ompu Mula Jadi na Bolon.

Salah satu Horja yang ada di Kabupaten Samosir adalah di Desa Tomok, Kecamatan Simanindo. Pelaksanaan Horja Bius di desa ini telah dilaksanakan setelah adanya Horas Samosir Fiesta (HSF) dari tahun 2014.

Bius yang melaksanakan kegiatan ini dipimpin oleh Bius Raja na Ualu, yang terdiri dari Si Opat Ama (Sidabutar, Siadari, Sidabalok dan Sijabat), Manik, Tindaon, Sigiro dan Harianja.
Sebelum dari tahun 2014, pelaksanaan Horja Bius sudah tidak dilaksanakan lagi akibat adanya pengaruh agama yang sudah masuk ke wilayah masyarakat Batak Toba. Pelaksanaan kegiatan ini dinilai tidak sesuai dengan ajaran agama Kristen.

namun setelah adanya Horas Samosir Fiesta (HSF) yang bertujuan mengangkat kembali budaya dan tradisi keunikan pada suku Batak Toba di Kabupaten Samosir, pelaksanaan Horja Bius diadakan kembali.

Tujuan utamanya adalah melestarikan budaya dan nilai sejarah dalam kegiatan pariwisata. Pelaksanaan Horja Bius dalam kegiatan Horas Samosir Fiesta (HSF) sudah mengalami beberapa pergeseran. Hal ini dipicu aturan kekristenan yang sudah dianut oleh masyarakat Batak Toba.

Pelaksanaan Horja Bius ini dilaksanakan dalam konsep karnaval, dengan melakukan peraga dalam kegiatan Horja Bius tersebut. Tujuan dari Horja Bius sebagai atraksi wisata pada Horas Samosir Fiesta (HSF) ini adalah untuk mengenalkan dan melestarikan upacara adat yang ada di masyarakat Batak Toba, dengan harapan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Samosir.

Adapun permasalahan yang penulis teliti dari fenomena yang telah dijelaskan di atas adalah:

1.Pengelolaan upacara Horja Bius menjadi atraksi wisata pada Calendar of Event Dinas Pariwisata Kabupaten Samosir

2.Pergeseran makna dari Upacara Horja Bius dari upacara adat menjadi atraksi wisata

3.Data hasil tingkat kunjungan wisatawan dari pelaksanaa kegiatan Upacara Horja Bius dalam Calender of Event Kabupaten Samosir

4.Tanggapan masyarakat/wisatawan dari pelaksanaan kegiatan Upacara Horja Bius

Penelitian ini penulis rencanakan menggunakan mix method, dimana metode ini diharapkan dapat mengumpulkan, menganalisis, dan mencampurkan metode kuantitatif dan kualitatifdalam suatu penelitian atau serangkaian penelitian untuk memahami permasalahan penelitian ini.

Penelitian ini diharapkan dapat mengumpulkan dan menganalisis ada dua bagian pendekan penelitian umumnya, tetapi dalam penelitian ini akan menyatukan dua basis data yang akan dianalisis, yang menghasilkan kesimpulan tentang satu kebijakan, dimana pengelolaan upacara Horja Bius menjadi sebuah atraksi wisata akan dijelaskan dengan pendekatan kualitatif.

Alasannya, data dari penelititan tersebut menggunakan instrumen wawancara dengan bersumber pada informan yaitu pelaksana kegiatan dan pelaku upacara Horja Bius tersebut, untuk mendukung hasil analisa dari peralihan menjadi sebuah konsep seni pertunjukan.

Data penelitian kuantitatif dapat menjelaskan masalah yang akan penulis teliti yaitu, dengan mengumpulkan data dari pengunjung atau penikmat atraksi wisata yang dapat berkunjung.

Data yang dikumpulkan dalam masalah penelitian ini dengan menggunakan angket. Penulis sebagai peneliti menjadi seorang pengamat dan mengumpulkan responden pada penelitian ini dengan membagikan angket/kuisioner untuk diisikan oleh pengunjung/penonton atraksi wisata tersebut.

Hasil dari angket/kuisioner tersebut dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan deskriptif analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan sesuatu peritstiwa seperti apa adanya.

Dari mix method, pengumpulan data dilaksanakan dengan menggabungkan, membandingkan hasilnya dan menjelaskan semua dalam sebuah hasil penelitian yang relevan.

Tahapan yang penulis akan lakukan adalah mengumpulkan data kualitatif untuk menjelaskan secara rinci. Setelah itu data tersebut dapat menjelaskan hasil data kuantitatif.

(Penulis adalah Mahasiswa Magister Tata Kelola Seni Pascasarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta)

 

Related Articles

Latest Articles