8.8 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Rupiah Sulit Tembus Rp14.000 per Dolar AS

Jakarta, MISTAR.ID
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah melemah 0,36% ke Rp14.120/US$ sepanjang pekan lalu. Rupiah bahkan menjadi yang terlemah di Asia.

Mata Uang Garuda itu melemah di saat mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS). Sementara di pekan ini, Senin (25/10/21), rupiah masih akan berfluktuasi, dan sulit menembus Rp14.000/US$, sebab ada 2 faktor yang bisa menghambat laju rupiah.

Rupiah sebenarnya beberapa kali mendekati Rp14.000/US$, tetapi selalu berbalik terkoreksi akibat aksi profit taking. Hal tersebut juga terlihat dari indeks dolar AS yang melemah 0,31%, dan besarnya aliran modal yang masuk ke dalam negeri, yang seharusnya membuat rupiah perkasa.

Di pasar obligasi investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp4,89 triliun. Di pasar obligasi juga kemungkinan terjadi capital inflow, sebab mayoritas Surat Berharga (SBN) imbal hasilnya (yield) mengalami penurunan.

Baca Juga:Mantap! Rupiah Bisa Dipakai untuk Belanja di 2 Negara Ini

Sementara itu di pekan ini, perhatian tertuju pada tertuju pada data pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat kuartal III-2021. Hasil polling Reuters menunjukkan produk domestik bruto (PDB) AS “hanya” tumbuh 2,8% di kuartal III-2021, melambat dari sebelumnya 6,7%.

Data tersebut bisa mempengaruhi outlook kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) yang akan memulai periode normalisasi kebijakan moneter. The Fed akan hampir pasti melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini. Tetapi untuk kenaikan suku bunga, masih menjadi tanda tanya, apakah akhir tahun depan atau di tahun 2023.

Ketua The Fed, Jerome Powell, pada pekan lalu mengatakan saat ini waktu yang tepat untuk melakukan tapering, tetapi belum saatnya untuk menaikkan suku bunga.

Rilis PDB AS jika lebih rendah dari prediksi tentunya akan memundurkan lagi ekspektasi kenaikan suku bunga, hal tersebut tentunya akan menguntungkan rupiah.

Baca Juga:Nilai Tukar Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

Tetapi di sisi lain, pelambatan tajam PDB AS bisa memicu kecemasan akan stagflasi, dimana pelambatan ekonomi terjadi saat inflasi sedang tinggi. Maka pasar finansial wajib waspada.

Data PDB Amerika Serikat akan dirilis pada, Kamis (28/10/21), sehari setelahnya akan dirilis data inflasi versi personal capital expenditure (PCE). Hasil survei Reuters menunjukkan inflasi PCE Inti tumbuh 3,7% year-on-year (YoY) di bulan September, lebih dari dari bulan sebelumnya 3,6% YoY yang merupakan level tertinggi dalam 3 dekade terakhir.

Jika rilis tersebut sesuai prediksi, maka kecemasan akan stagflasi akan semakin meningkat, dan dolar AS yang akan diuntungkan sebab menyandang status safe haven.(cnbc/hm10)

Related Articles

Latest Articles