8.3 C
New York
Friday, April 19, 2024

Rupiah Berjaya, Investor Asing Borong Surat Utang Pemerintah

Jakarta, MISTAR.ID

Meski hanya menguat tipis, tetapi kinerja rupiah tidak jelek-jelek amat. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru bergerak menguat sepanjang pekan ini. Rupiah jadi mata uang terbaik ketiga di Asia pekan ini, hanya kalah dari yen Jepang dan rupee India.

Sepanjang minggu ini, rupiah menguat 0,03% secara point-to-point terhadap dolar AS di perdagangan pasar spot. Mengawali pekan di Rp 14.530/US$, rupiah berakhir di Rp14.525/US$.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pekan ini. Sepertinya aliran modal masuk di pasar obligasi pemerintah yang menopang kinerja rupiah. Soalnya di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih sekitar Rp 540 miliar.

Baca Juga:Rupiah Masih Ditekan Dolar

Per 7 Juli 2021, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) tercatat Rp 972,65 triliun. Melonjak Rp 14,61 triliun dibandingkan sepekan sebelumnya.

Minggu ini, pemerintah menggelar lelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) yang hasilnya cukup impresif. Penawaran yang masuk mencapai Rp 83,4 triliun dan pemerintah mengambil Rp 34 triliun. Lebih tinggi dibandingkan target indikatif yang sebanyak Rp 33 triliun.

Investor berani masuk ke pasar SBN karena potensi cuan yang didapat masih menjanjikan. Ini tidak lepas dari perkembangan di AS, di mana bank sentral The Federal Reserve/The Fed berkomitmen untuk terus melanjutkan kebijakan moneter ultra-longgar sampai terdapat tanda yang jelas bahwa perekonomian Negeri Paman Sam sudah pulih betul dari dampak pandemi Covid-19.

Dalam notula rapat (minutes of meeting) The Fed edisi Juni 2021, terungkap bahwa para peserta rapat sepakat bahwa ekonomi Negeri Paman Sam belum pulih betul dari dampak pagebluk virus corona. Jika sudah ada tanda-tanda yang jelas bahwa laju inflasi terakselerasi secara konsisten, maka The Fed akan baru akan bertindak.

Baca Juga:Rupiah Melemah Terhadap Dolar AS

“Para peserta rapat merasa bahwa pandemi masih membawa ketidakpastian. Oleh karena itu, dibutuhkan kesabaran untuk mengubah kebijakan. Namun memang sebagian besar peserta rapat menilai sudah ada risiko inflasi yang mengarah ke atas sehingga The Fed perlu bersiap untuk melakukan tindakan jika risiko itu terwujud.

“Secara umum, para peserta rapat sepakat bahwa pengurangan pembelian aset (quantitative easing), jika sudah diperlukan, membutuhkan perencanaan yang matang. Salah satunya adalah ketika target-target yang dicanangkan Komite sudah tercapai,” papar notula itu.

The Fed yang sepertinya kurang hawkish membuat laju penguatan dolar AS tertahan. Tanpa sentimen pengetatan kebijakan (tapering off) berarti suku bunga tetap akan rendah sehingga imbalan berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS menjadi kurang menarik.

Ini membuat selisih imbal hasil (yield spread) antara obligasi pemerintah Indonesia dan AS semakin lebar. Untuk tenor 10 tahun, pekan ini yield spread mencapai 514,48 basis poin, tertinggi sejak pekan pertama Desember tahun lalu. (cnbc/hm12)

Related Articles

Latest Articles