15.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Rokok Putih Kerek Inflasi Sumut

Medan | MISTAR.ID – Harga rokok putih yang berangsur-angsur naik sejak akhir Desember 2019 hingga Januari 2020 lalu memberi dampak signifikan terhadap laju inflasi di Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari 2020, inflasi di Sumut bertengger di level 0,57%. Komoditas utama penyumbang inflasi pada Januari itu datang dari kelompok makanan, minuman dan rokok. “Kelompok ini kenaikan indeks karena naiknya harga rokok putih,” kata Kepala BPS Sumut, Syech Suhaimi, Senin (3/2/20).

Dia merinci, kelompok ini memberi andil sebesar 0,61% terhadap inflasi di Sumut pada Januari. Jika dibanding dengan 10 kelompok pengeluaran lainnya, andil inflasi kelompok bahan makanan, minuman dan tembakau sangat tinggi. Sebab, kelopok pengeluaran yang paling memberi andil setelah kelompok itu adalah perumahan, air, listrik dan bakar rumah tangga hanya sebesar 0,05%.

Khusus rokok putih sendiri yang harganya naik lebih dari 30% memberi andil terhadap inflasi di seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumut, yakni sebesar 0,05 di Sibolga, 0,11% di Pematangsiantar, 0,10% di Medan, 0,03% di Padangsidimpuan dan 0,07% di Gunungsitoli.

Adapun lima kota IHK di Sumut semuanya mengalami inflasi, yakni Sibolga inflasi 0,20%; Pematangsiantar 0,62%; Medan 0,58%; Padangsidimpuan 0,32% dan Gunungsitoli 1,31%. Dengan demikian, secara keseluruhan inflasi Sumut berada di level 0,57%.

Jika dibanding tahun lalu yang hanya di level 0,20%, laju realisasi inflasi pada Januari tahun ini cukup tinggi. Hal ini tentu menjadi pekerjaan berat bagi tim pengendali inflasi agar realisasi inflasi tetap pada target 3% plus minus 1%. Selain rokok putih, komoditas lain penyumbang inflasi adalah minyak goreng, bawang merah, cabai merah, tomat dan beras.

Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin menilai, pengendalian inflasi di tahun 2020 jauh lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya, meskipun tahun lalu Sumut dihadapkan dengan lonjakan inflasi yang besar hingga kuartal kedua.

“Namun sejumlah harga yang diatur pemerintah seperti kenaikan harga rokok serta kenaikan LPG nantinya akan sangat membebani pengendalian inflasi,” ungkapnya.

Pengendalian inflasi makin sulit karena ditambah cuaca ekstrim atau curah hujan tinggi di sejumlah wilayah. Belum lagi dengan mewabahnya virus korona di China yang membuat Indonesia akan membatasi gerak impor barang dari China. Padahal, ada sejumlah kebutuhan pangan yang harus diimpor dari China.

“Jika seandainya pengawasan ketat dilakukan, bukan tidak mungkin akan menjadi masalah bagi pembentukan inflasi di Tanah Air karena harga barang pasti naik,” katanya.

Memang penguatan Rupiah akan mengkompensasi potensi kenaikan harga barang impor. Akan tetapi, pelarangan ataupun pengawasan ketat ini justru bisa memicu terjadinya kelangkaan barang itu sendiri. Hal ini bisa memicu kenaikan harga yang lebih besar.

“Belum lagi berbicara mengenai teknis dilapangan dimana proses impor tadi bisa saja memakan waktu yang lebih lama, serta menghabiskan biaya yang semakin besar,” ungkapnya.

Reporter: Daniel Pekuawali
Editor: Luhut Simnajuntak

Related Articles

Latest Articles