6.5 C
New York
Saturday, March 23, 2024

Pengusaha Terus Melawan PSBB Total, ini Alasannya

Jakarta, MISTAR.ID

Kalangan pengusaha menyoroti ketidaksinambungan antara Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta soal kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total.

Dunia usaha mengingatkan pentingnya satu kebijakan lebih dahulu dilakukan pembicaraan yang terukur terkait penerapannya. Apalagi, yang diterapkan PSBB adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

“Mengelola Ibukota DKI nggak sama dengan gubernur di provinsi lain. Di DKI itu jadi gubernur dia kelola Ibukota negara juga. Dan ingat, PSBB bukan hanya (berdampak) DKI, tapi 34 provinsi kena. Kecuali DKI bukan Ibu kota, nggak masalah. Misalnya Jawa Timur, kalau dia punya uang silakan saja PSBB,” sebut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran, Jumat (11/9/20).

Baca Juga:Para Menteri Menentang Keputusan Jakarta Berlakukan Kembali PSBB

Ia bilang bila pemerintah DKI Jakarta ingin menerapkan PSBB, maka banyak pertimbangan yang disiapkan, paling utama adalah soal anggaran. Jika dirasa tidak mampu, maka sulit untuk menerapkan PSBB. Apalagi, pada masa tersebut ekonomi dipastikan tidak berjalan sebagaimana mestinya, termasuk soal kewajiban pajak.

“Kita ‘sepakat’ PSBB. Tapi pemerintah juga jangan kita dipaksa untuk membayar pajak. Masa pemerintah hidup dari kita yang nggak bisa berbisnis. Kan lucu. Pemerintah merasa seolah-olah pengusaha itu selama ini ada untung, berati untung. Tapi mereka nggak sadar, pandemi selesai nggak jelas sampai batas mana. Kita tanggung beban pemerintah di kita,” katanya.

Sayangnya, ketika kondisi usaha sedang di ambang kolaps, pengusaha justru masih dibebankan untuk menanggung beban pajak. Maulana menyebut tidak ada pemerintah daerah yang membebaskan pajak.

Baca Juga:Jakarta PSBB Total, Ini Syarat Naik Pesawat dari Bandara Soetta

“Nggak mungkin negara dihidupkan beberapa pelaku usaha, nggak mungkin. Jadi mesti paham dulu. Oke kita fokus kesehatan, tapi berani nggak pemerintah nggak menarik pajak. Contoh pemerintah jangan tarik PBB distribusi, pajak reklame, pajak STNK. Jangan ditarik, karena orang nggak berbuat ekonomi di situ. Jadi mengapa mesti ditagih?” tanya dia.

Menurutnya, pilihan PSBB bukan hal yang realistis, karena untuk membiaya sektor kesehatan pun, diperlukan uang yang tidak sedikit. Pemerintah mengambilnya dari pendapatan pajak. Rantai ini yang harus dihitung secara cermat.

“Pemerintah kalau nggak punya anggaran gimana benerin kesehatan? kan nggak mungkin juga. Tenaga kesehatan mayoritas dibayar APBN, APBD. Kalau APBN nggak ada uang. Untuk dapat APBN, APBD dari siklus ekonomi yang dari kegiatan ekonomi itu sendiri. Kita perlu realistis. Bukan maksa menjalankan bisnis. Semua pihak nggak bisa fokus ngurusin satu hal karena kita ngurusin negara. Itu harus dilihat,” katanya.(cnbcindonesia.com/hm01)

Related Articles

Latest Articles