15.4 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Melihat isi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang Disahkan DPR

Jakarta, MISTAR.ID
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR, Kamis (7/10/21).

RUU HPP akan ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera diundangkan.

“Saya menanyakan kepada anggota apakah RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disahkan menjadi undang-undang? Setuju?,” kata Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar sambil mengetok palu pasca seluruh anggota DPR RI menyepakati RUU HPP saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10/21).

Baca juga:Sah! DPR Sepakati RUU HPP Jadi UU

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie menyampaikan bahwa sistematika RUU HPP terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal, yang secara garis besar memuat enam ketentuan.

1. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Dengan terintegrasinya penggunaan NIK akan mempermudah administrasi Wajib Pajak Indonesia, khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi. Program ini akan mempermudah aktivitas pendataan masyarakat sebagai wajib pajak.

Terkait asistensi penagihan pajak global kerjasama bantuan. Penagihan pihak antar negara, dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara resiprokal. Hal ini dilakukan sebagai wujud peran aktif Indonesi dalam kerja sama internasional.

2. Ketentuan Terkait Pajak Penghasilan

Adanya pengaturan lapisan tarif PPh Orang perbaikan yang berpihak pada lapisan penghasilan terendah yang saat ini sebesar Rp 60 juta.

Adanya penambahan tarif PPh Wajib Pajak OP sebesar 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp 5 miliar per tahun, serta penambahan ambang batas peredaran bruto tidak kena pajak untuk UMKM

Pengaturan ulang tarif PPh Badan sebesar 22% untuk mendukung penguatan basis pajak.

Pengaturan tentang unik dan amortisasi.

“Kebijakan-kebijakan yang diambil merupakan bentuk perlindungan bagi UMKM dan masyarakat rendah. Selain itu, kebijakan tersebut juga diharapkan lebih mencerminkan keadilan bagi Wajib Pajak,” ujar Dolfie saat Rapat Paripurna, Kamis (7/10).

3. Ketentuan Terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Komitmen keberpihakan pada masyarakat bawah tetap terjaga dengan memberikan pemberian fasilitas PPN atas kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan, dan jasa pelayanan sosial. Hal ini sekali lagi merupakan bentuk keberpihakan DPR sebagai wakil rakyat dalam kebutuhan dasar masyarakat banyak.

“Selain itu, juga diperkenalkan skema PPN Final untuk sektor tertentu agar lebih memudahkan bagi pelaku UMKM serta menyesuaikan tarif PPN secara bertahap sampai dengan 2025,” ujar Dolfie.

Baca juga:RUU HPP Bakal Menjadikan NIK Sebagai NPWP

4. Ketentuan Terkait Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak

Untuk mendorong peningkatan kepatuhan kepatuhan, Panja juga menyusun Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPSWP) yang memfasilitasi para Wajib Pajak yang memiliki itikad baik untuk patuh dan terintegrasi dalam sistem perpajakan.

“Dengan tetap memperhatikan pemenuhan rasa keadilan bagi seluruh wajib pajak. Program ini diharapkan dapat mendorong Wajib Pajak untuk secara sukarela mematuhi kewajiban pajaknnya,” kata dia.

5. Ketentuan Pajak Karbon

Penyusunan peta jalan pajak karbon dan pasar karbon bersama DPR, penetapan subjek, objek, dan tarif pajak karbon, serta insentif wajib pajak yang berpartisipasi dalam emisi karbon.

“Hal ini juga merupakan komitmen terhadap lingkungan, perubahan iklim, dan penurunan emisi gas rumah, agar kita tetap dapat mewariskan negara ini kepada generasi penerus bangsa,” terang Dolfie.

6. Ketentuan Terkait Cukai

Penegasan ranah pelanggaran administratif dan prinsip-prinsip ultimum remedium penyidikan pada tindak pidana terkait dengan penerimaan negara dan kepastian hukum. Diharapkan adanya prinsip ultimum remedium merupakan pendorong restoratis keadilan di bidang pajak. (kontan/hm06)

Related Articles

Latest Articles