8.4 C
New York
Friday, March 29, 2024

Lobster Budidaya Dan Ekspor Benih Jadi Kontroversi

Jakarta, MISTAR.ID

Regulasi yang baru diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait dengan lobster adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan.

Regulasi tersebut menjadi kontroversi terkait dengan diizinkan kembali ekspor benih lobster setelah dilarang pada era Menteri Susi Pudjiastuti, walaupun ekspor baru bisa dilakukan dengan memenuhi sejumlah persyaratan yang ketat.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan regulasi lobster yang mencakup antara lain budi daya dan ekspor benih lobster merupakan kebijakan yang terukur dan terkendali. “Hakekat peraturan ini sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat,” katanya.

Baca juga : Budidaya Lobster Lebih Baik Dibanding Ekspor Benih

Menteri Edhy mengungkapkan latar belakang terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tersebut berawal dari pengalamannya saat menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR. Dia mendengar berbagai keluhan masyarakat pesisir selama kurun waktu 2014 – 2019, terutama masyarakat yang terdampak larangan benih lobster.

Atas dasar tersebut ia membentuk tim dan melakukan kajian publik, kajian akademis, serta melihat langsung ke lapangan. Bahkan, ia juga melakukan pengecekan ke Unversitas Tasmania, tempat penelitian lobster di Australia. Hasilnya, dia menemukan adanya manfaat yang bisa diambil oleh masyarakat dari komoditas lobster tanpa harus menghilangkan faktor keberlanjutannya.

Sebagai gambaran, ia menyebutkan bahwa di Universitas Tasmania, lobster bisa menghasilkan hingga empat juta telur selama musim panas yang berlangsung selama empat bulan atau sejuta telur per bulan. Hal itu meyakinkannya bahwa membangun industri lobster di Indonesia adalah keharusan dan suatu hal yang tepat.

Utamakan Budi Daya

Terkait peraturan ekspor ekspor benih, Menteri Edhy menegaskan pihaknya tetap mengutamakan aspek budi daya, yang terlihat dari syarat ketat seperti sebelum mengekspor benih lobster, di mana siapapun harus melakukan budidaya terlebih dahulu.

Sementara untuk pembudidaya, Menteri Edhy mewajibkan mereka untuk melakukan restocking ke alam sebesar dua persen dari hasil panennya. Aturan tersebut juga memiliki pemantauan dan evaluasi secara berkala.

Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja juga menemukan adanya potensi benih bening lobster pasir (Panulirus homarus) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus) sebesar 278.950.000 ekor di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).

Selain itu, ujar dia, penangkapan benih lobster dapat dilakukan di lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik bertipologi perairan dangkal, sepanjang pantai dan pulau pulau kecil, relatif terlindung (dalam teluk) dan dasar perairan pasir berlumpur serta terdapat asosiasi terumbu karang-lamun-alga.

Dalam paparan berjudul “Tata Kelola Pengelolaan Perikanan Lobster”, Sjarief mengungkapkan perlunya pencatatan hasil penangkapan benih bening di setiap lokasi dan penelaahan berkala terhadap kondisi stok benih bening lobster di alam. Hal itu untuk mendukung peninjauan ketersediaan stok benih bening lobster dan pengelolaan secara bertanggungjawab serta keberlanjutan.

Dikatakannya, regulasi tata kelola sumberdaya perikanan lobster diperlukan untuk memperkuat tata kelola benih lobster melalui beberapa cara, yaitu; pendataan stok benih lobster dan produksi lobster, peluang menata kelembagaan benih lobster yang optimal, memperkuat pengembangan budi daya lobster, dan memperkuat upaya restocking lobster di sentra benih lobster.(ant/hm09)

Related Articles

Latest Articles