6.6 C
New York
Friday, March 29, 2024

Kinerja Perusahaan Pembiayaan di Sumut Stabil dan Bertumbuh

Medan, MISTAR.ID

Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK, Untung Santoso mewakili Kepala OJK Regional 5 Sumatera Bagian Utara, Yusup Ansori mengatakan kinerja perusahaan pembiayaan di Provinsi Sumatera Utara saat ini dalam kondisi yang stabil dan bertumbuh, terlihat dari jumlah piutang pembiayaan yang telah disalurkan oleh Perusahaan Pembiayaan di Provinsi Sumatera Utara untuk posisi Juli 2022 sebesar Rp 17,09 Triliun atau meningkat sebesar 9,60% secara year on year.

Hal ini dikatakannya dalam sosialisasi terkait jaminan fidusia setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 melalui kegiatan Sosialisasi Jaminan Fidusia kepada perusahaan pembiayaan, aparat penegak hukum, konsumen dan masyarakat di wilayah Sumatera Utara.

“Adapun tingkat piutang bermasalah atau Non Performing Financing Perusahaan Pembiayaan tercatat sebesar 1,90%, menunjukkan perbaikan dibanding posisi tahun lalu di bulan Juli 2021 yang tercatat sebesar 3,00%,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/9/22).

Baca juga:Pasar Modal Bisa Percepat Pertumbuhan Perusahaan

Lanjutnya, salah satu hal yang cukup mendapatkan perhatian dari masyarakat pada industri perusahaan pembiayaan adalah terkait penarikan kendaraan oleh debt collector Perusahaan Pembiayaan, terutama pada saat awal pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia.

“Untuk diharapkan sosialisasi ini dapat menciptakan pemahaman yang komprehensif atas konsep jaminan fidusia yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK, Yustianus Dapot menambahkan OJK cukup banyak menerima pengaduan terkait dengan penarikan kendaraan oleh Perusahaan Pembiayaan.

Salah satu penyebabnya, adalah rendahnya pemahaman Debitur akan isi perjanjian pembiayaan termasuk mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, terutama pasca terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUUXVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021.

“Selain itu, permasalahan lainnya terkait dengan penagihan antara lain debt collector belum tersertifikasi, tidak memiliki dokumen pendukung seperti surat tugas dan copy sertifikat fidusia, serta adanya debt collector yang melakukan tindakan kekerasan,” sebutnya.

Baca juga:PIP Catat Penyaluran Pembiayaan UMi Capai Rp3,95 Triliun

Dijelaskannya, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 pada pokoknya menyatakan adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur.

“Selain itu, OJK juga memperkuat aspek regulasi baik di sisi pengawasan dan perlindungan konsumen sehingga permasalahan pada jaminan fidusia dapat diminimalisir, nasabah terlindungi, dan industri pembiayaan dapat tumbuh dengan mengedepankan praktik usaha yang sehat,” pungkasnya. (anita/hm06)

 

Related Articles

Latest Articles