7.9 C
New York
Friday, April 19, 2024

Ini Yang Harus Dicermati Investor Obligasi Bila Kenaikan Inflasi

Medan, MISTAR.ID

Memasuki semester kedua tahun 2022, investor di pasar modal, baik investor saham maupun investor obligasi tengah menyusun strategi investasi yang tepat untuk mengoptimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko, dimana kondisi pasar obligasi Indonesia diproyeksikan masih akan bergerak fluktuatif hingga akhir tahun.

Penyebab fluktuasi harga obligasi di pasar modal karena ancaman tingginya inflasi serta tren kenaikan suku bunga negara-negara maju. Namun, kondisi ekonomi domestik yang terjaga menjadi katalis positif dalam menahan tekanan eksternal tersebut.

Dikatakan Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara (Sumut), Muhammad Pintor Nasution ada beberapa pendorong kenaikan inflasi yang bisa dicermati investor di pasar obligasi. Pertama, daftar golongan tarif listrik yang naik mulai 1 Juli 2022, kenaikan tarif listrik dari 1.444, 7 per Kwh menjadi Rp1.699 per Kwh atau naik 17,64%.

Baca juga: BI Sumut Susun Formasi Kebijakan untuk Kendalikan Inflasi

“Kedua, harga cabai meroket karena produksi anjlok 60%. Kenaikan harga cabai merah disebabkan pasokan ke pasar berkurang drastis akibat imbas gagal panen. Ketiga, harga tiket pesawat naik, contohnya tarif penerbangan Batam – Singapura juga naik yang ikut mendorong kenaikan tarif kapal feri penyeberangan dari Batam ke Singapura dan sebaliknya, kata Pintor, Minggu (3/7/22).

Keempat, harga minyak naik di tengah perkiraan kenaikan suku bunga AS. Harga minyak naik di perdagangan Asia, di tengah kekhawatiran atas permintaan bahan bakar. Kelima, adalah isu kenaikan BBM hingga detergen bakal dikenai cukai, meskipun Askolani Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan menegaskan pihaknya tidak ada rencana menjadikan bahan bakar minyak (BBM), ban karet, dan detergen sebagai barang kena
cukai (BKC).

Sementara itu katalis bagi pasar obligasi yakni konsolidasi fiskal dengan tren defisit APBN mengalami penurunan, pemulihan ekonomi yang berlanjut, dan dipertahankannya sovereign rating Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional.

“Selain itu sentiment positif juga berasal dari dipertahankannya suku bunga acuan BI, berlanjutnya skema burden sharing dan quantitative easing (QE) oleh Bank Indonesia sebagai dukungan untuk menjaga pasar obligasi tanah air. Total pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dan QE SBN oleh BI sepanjang tahun 2020 sebesar Rp473,42 triliun melalui pembelian di pasar perdana dan private placement sedangkan di tahun 2021 dilanjutkan sebesar Rp358,32 triliun,” jelasnya.

Baca juga: Investor Baru Harus Paham Perbedaan Investasi Saham dan Obligasi

Sementara itu itu injeksi likuiditas melalui pasar sekunder dikucurkan BI sebesar Rp750,38 triliun pada tahun 2020 dan Rp147,83 triliun pada tahun 2021. Sementara outlook pasar obligasi korporasi tahun 2022, PHEI memperkirakan dalam skenario moderat, penerbitan obligasi korporasi akan berada di kisaran Rp105 triliun sampai Rp110 triliun.

“Sepanjang semester pertama 2022 sudah diterbitkan obligasi korporasi sebesar Rp69,73 triliun, naik dibanding tahun 2021 sebesar Rp40,94 triliun. Penerbitan obligasi korporasi didorong oleh kebutuhan refinancing dan ekspansi usaha seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi,” sebutnya. (anita/hm09)

Related Articles

Latest Articles