10.6 C
New York
Thursday, April 25, 2024

Era Suku Bunga Tinggi Diperkirakan akan Berlanjut hingga Tahun Depan

Jakarta, MISTAR.ID

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan era suku bunga tinggi bakal berlangsung lama dan berlanjut sampai tahun depan.

Suku  bunga tinggi dipicu inflasi yang bakal tetap melonjak akibat kenaikan harga yang terjadi akibat imbas perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung ada tanda-tanda berakhir. Kenaikan ini utamanya terjadi di bank sentral AS The Fed.

“Higher interest for longer, suku bunga yang tinggi akan berlangsung lama. Di AS kenaikan fed fund rate yang terakhir 75 bps menjadi 4 persen, kemungkinan Desember akan naik lagi jadi 50 bps sehingga 4,5 persen,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (21/11/22).

Kenaikan bunga ini bahkan diprediksi banyak pelaku bisa kembali turun pada semester II-2023. Sebab, inflasi AS masih tinggi di atas 8 persen.

Baca juga:Bank Indonesia Incar 980 Ribu Pengguna Baru QRIS di Sumut

“Kami perkirakan akan naik lagi dari 4,5 persen menjadi 5 persen. Ada lagi yang memperkirakan 5,25 persen dan puncaknya di kuartal I dan kuartal II (2023) dan tidak akan segera turun, dan inilah higher for longer,” imbuhnya.

Begitu juga dengan bank sentral Eropa yang diperkirakan bakal terus melanjutkan era suku bunga tinggi. Pasalnya, inflasi di Eropa mencapai 10 persen dan di Inggris mendekati 11 persen pada Oktober 2022.

“Di Eropa juga begitu, ICB bank sentral Eropa juga terus menaikkan suku bunga dan juga di Inggris. Inilah higher interest rate for longer dan tentu saja karena inflasinya dari sisi supply energi dan pangan belum tentu akan segera turun,” jelasnya.

Baca juga:Kondisi Perekonomian Siantar Tertolong Pilkada, Begini Pemaparan Bank Indonesia

Lonjakan inflasi inilah yang membuat kebijakan banyak bank sentral makin hawkish. Kondisi ini membuat makin banyak negara diperkirakan jatuh ke lubang resesi di tahun depan.

“Sehingga kejar-kejaran antara menaikkan suku bunga dan inflasi tinggi ini yang kenapa disebut risiko stagflasi, pertumbuhan yang stagnan atau cenderung menurun bahkan sekarang ada risiko resflasi, risiko resesi dan tingginya inflasi,” pungkasnya. (cnn/hm06)

Related Articles

Latest Articles