5.5 C
New York
Friday, April 26, 2024

Ditemukan 347 Perda Penghambat Investasi

Jakarta | MISTAR.ID Keinginan Presiden Joko Widodo untuk menggenjot investasi masih terganjal banyak pekerjaan rumah, utamanya soal regulasi. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) memaparkan ada 347 Perda bermasalah dari 1.109 Perda yang dikaji.

“KPPOD melakukan studi lapangan di enam daerah yaitu provinsi DKI Jakarta, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Sidoarjo untuk menemukan akar regulasi bermasalah,” ujar Direktur Eksekutif KPPOD Robert Andi Jaweng saat mengisi diskusi di Gedung Apindo, Jakarta, Rabu, (20/11/19).

Adapun ruang lingkup studi meliputi peraturan daerah terkait ekonomi dan investasi kegiatan berusaha antara lain Perda Pajak dan Retribusi, Perizinan, Ketenagakerjaan, Perda Kegiatan Berusaha Lainnya seperti Perda KTR.

Robert menuturkan masalah pada Perda Investasi dan Kegiatan Berusaha ditenggarai beberapa hal. Pertama, proses pembentukan Perda minim partisipasi publik. Kedua, dari segi muatan regulasi, ditemui permasalahan dari aspek yuridis, subtansi dan prinsip yang menimbulkan dampak ekonomi negatif.”Misalnya biaya produksi dan biaya keamanan meningkat, sehingga perusahaan pindah ke negara lain,” tuturnya.

Ketiga, KPPOD menilai penanganan Perda oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum optimal mengingat tidak adanya tools yang ditetapkan pemerintah pusat untuk menyusun Perda. “Di sisi lain, kurang harmonisnya lingkungan kebijakan seperti ada konflik kepentingan legislatif dan eksekutif yang membuat rumusan Perda tidak komprehensif dan menyasar pada kebutuhan masyarakat daerah,” jelasnya.

Robert melanjutkan terdapat peraturan saling bertentangan di level pusat baik antara UU dan regulasi turunannya maupun antar regulasi sektoral. Sedangkan di level daerah, Perda sering kontradiktif dengan regulasi pemerintah pusat. Kondisi ini berdampak negatif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Sementara itu, menurut peneliti KPPOD Henny Prasetyo, kesalahpahaman Pemda dalam menafsirkan regulasi nasional masih aering terjadi akibat belum optimalnya pemahaman Pemda akan perubahan di tingkat nasional.

“Kondisi ini membuat maraknya Perda yang inkonsistensi dengan peraturan nasional. Selain itu, permasalahan lain muncul karena proses executive review antara Kemendagri dengan Gubernur belum menggunakan tools untuk melakukan review terhadap ranperda. Sehingga proses review tergantung pada kapasitas (kompetensi dan jumlah) executive review,” pungkasnya. (medcom/hm04)

Sumber : Medcom
Editor : Jannes Silaban

Related Articles

Latest Articles