8.4 C
New York
Thursday, March 28, 2024

Bisnis Food and Beverages Paling Bertahan di Masa Pandemi 

Medan, MISTAR.ID

Jika dilihat dari sembilan indeks saham sektoral di Bursa Efek Indonesia (BEI), sektor yang masih mampu mencatatkan penguatan sejak pertama kalinya kasus Covid-19 diumumkan di Indonesia tepatnya pada awal Maret 2020 hingga saat ini, adalah consumer goods dan basic industry & chemical.

Ini menunjukkan saham-saham perusahaan consumer goods paling bisa bertahan dalam kondisi pandemi.

Selama periode 30 Desember 2019 sampai dengan 30 April 2020, penurunan indeks sektor consumer goods hanya sebesar 11,27 persen, lebih rendah dibandingkan dengan sektor property dan real estate yang turun 41,84 persen.

Bahkan, jika dilihat dalam kurun waktu satu bulan, Maret 2020 hingga April 2020, indeks sektor consumer goods naik 9,78 persen, sementara sektor property & real estate minus 13,40 persen.

Baca Juga:OJK Kurangi Jam Perdagangan Bursa Efek Indonesia

Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, yang dibutuhkan oleh masyarakat terutama adalah kebutuhan-kebutuhan dasar atau primer. Perusahaan yang bergerak di bidang usaha terkait kebutuhan dasarlah yang paling bisa survive, sebagaimana terefleksi pada harga sahamnya.

“Maka, bila dibedah lebih lanjut, sejumlah riset dari analis pasar modal memaparkan, lini bisnis food and beverages (F&B) dianggap salah satu sektor bisnis yang paling tahan terhadap krisis ekonomi di masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan pasokan makan dan minum dalam kondisi apapun, bahkan di tengah kondisi serba sulit sekalipun,” kata Kepala Kantor Perwakilan BEI Sumut Muhammad Pintor Nasution, Minggu (14/6/202).

Dengan demikian, sambung Pintor, sektor F&B yang besar kemungkinannya selalu dicari konsumen, karena bisnisnya yang erat dengan pemenuhan kebutuhan hidup.

Bahkan, ketika daya beli menurun, maka pemerintah akan turun tangan dengan mengeluarkan kebijakan yang bertujuan membantu daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

“Tak hanya itu, bisnis di sektor makanan dan minuman juga dianggap membutuhkan modal yang relatif kecil, tenaga kerja yang tidak terlalu banyak, namun dengan margin laba yang besar dan perputaran arus kas yang cepat. Karakteristik sektor usaha tersebut membuat bisnis F&B sulit menjadi ‘korban’ dari krisis besar. Ketika krisis ekonomi melanda suatu wilayah, bisnis kuliner bisa saja mengalami penurunan omzet, namun perputaran uang yang besar dalam waktu cepat membuat sektor ini bisa selamat dari kebangkrutan,” sebutnya.

Sebaliknya, sektor hotel dan pariwisata menjadi sektor paling pertama yang merasakan keterpurukan ketika pandemi seperti Covid-19 ini menyerang.

Baca Juga:Bursa Saham Inggris Terpuruk

Sinergi antara hotel (sektor properti) dan pariwisata membuat keduanya tidak dapat dipisahkan. Akibatnya, kedua sektor ini mengalami penurunan yang paling besar, seperti yang tercermin pada koreksi indeks harga saham.

“Adanya kebijakan pelarangan orang bepergian dan keluar rumah, hospitality dan tourism merupakan sektor yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19. Okupansi hotel mendekati zero selama pemberlakuan PSBB. Hotel-hotel memasuki situasi ‘survival mode’. Situasi yang sama juga dialami oleh maskapai penerbangan dan transportasi antar kota, serta moda transportasi umum lainnya. Jika situasi kembali normal, tentunya semua sektor akan bangkit kembali, dengan penyesuaian-penyesuaian baru mengikuti protokol new normal,” terangnya.

Meskipun sektor usaha terkena dampak besar dari pandemi Covid-19, perusahaan-perusahaan tertentu yang mampu membuat terobosan dan beradaptasi dengan situasi akan lebih cepat bangkit, sehingga investor tetap perlu mengamati perkembangan individu kinerja saham, selain mengamati sektor usahanya.

IHSG Menunjukkan Tren Kenaikan

Dalam kesempatan tersebut, Pintor juga menjabarkan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak minggu ketiga Mei hingga awal Juni, menunjukkan tren kenaikan.

Sinyal positif bagi pelaku pasar, tanda perdagangan saham mulai memasuki masa recovery. Pada 18 Mei 2020 IHSG berada di posisi 4.511,06 dan terus menanjak hingga ke posisi 4.847,51 pada 2 Juni 2020.

“Volume perdagangan saham pun terus meningkat. Pada 2 Juni 2020, volume perdagangan tercatat sebanyak 9,52 miliar lembar saham, dengan nilai transaksi sebesar Rp11,99 triliun. Situasi perdagangan saham di tengah pandemi dan aktivitas work from home (WFH) sudah seperti situasi normal, yang menunjukkan pelaku perdagangan sudah mampu beradaptasi dengan kondisi kelaziman baru (new normal),” terangnya.

Baca Juga:Pasar Modal Masih Bertahan Di Tengah Fluktuasi Pasar

Meski IHSG mengalami rebound, namun belum kembali ke posisi semula ketika pandemi Covid-19 belum menyebar ke seluruh dunia. Sejumlah sektor usaha, termasuk perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI masih berupaya untuk pulih kembali dari dampak pandemi.

“Adapun saat ini data Pasar Modal Indonesia & Sumatera Utara (Sumut) yakni pada Desember 2019 data Pasar Modal Indonesia sebanyak

1.082.110, sedangkan Sumut sebanyak 50.023. Mei 2020 data Pasar Modal Indonesia sebanyak 1.173.665 dan Sumut sebanyak 56.323. Untuk Transaksi Pasar Modal di April 2020, Indonesia sebesar Rp169.739.618.890.470 sedangkan Sumut Rp7.523.853.892.885. Pada Mei 2020, Indonesia sebesar Rp162.061.284.695.471 sedangkan Sumut Rp7.638.497.916.228,” pungkas Pintor. (anita/hm10)

Related Articles

Latest Articles