11.3 C
New York
Tuesday, April 16, 2024

Vaksin Covid-19 Dosis Kedua Selalu Menimbulkan Gejala yang Lebih Berat, Benarkah?

Jakarta, MISTAR.ID

Banyak masyarakat yang melaporkan bahwa suntikan dosis kedua vaksin Covid-19 punya efek samping yang lebih berat. Di antaranya adalah demam dan rasa nyeri. Benarkah hal itu merupakan efek samping dari pemberian dosis dua vaksin Covid-19?

Menurut Pakar Imunisasi Elizabeth Jane Soepardi, hal itu tidak selalu terjadi meski kadang bisa. Namun, ia menegaskan kalau hal tersebut bukanlah efek samping.

“Bisa terjadi. Tapi tidak selalu. Jadi pada orang tertentu itu, ada yang disebut efek simpang, bukan efek samping. Kalau efek samping itu pasti terjadi, misalnya kita minum CTM, efek sampingnya ngantuk. Itu pasti, itu efek samping. Pada semua orang itu terjadi,” kata Elizabeth Jane Soepardi.

Baca Juga:Hindari Pembekuan Darah, Vietnam Padukan Vaksin Covid AstraZeneca dengan Pfizer

Sedangkan kalau efek simpang, menurut Jane itu adalah efek yang menyimpang. Kondisi itu tidak lazim terjadi, tapi bisa saja terjadi, meski sedikit. Jadi itu masih berstatus kemungkinan. Meskipun demikian, kata Jane, efek simpang yang pada dosis kedua bisa saja terjadi.

“Biasanya adalah, misalnya pada waktu dosis pertama dia tidak mengalami apa-apa. Kemudian pada dosis kedua itu karena ketika ada suntikan itu menjadi dikenali oleh tubuh. Sehingga tubuh itu bereaksi, lalu dalam proses pembentukan antibodi,” jelas Jane.

Efek simpang sendiri, menurut Jane bisa macam-macam. Mulai dari sakit secara lokal. Misal, di tempat suntikan itu lebih nyeri atau di tempat itu agak bengkak. Atau misalnya agak demam, atau nyeri di kepala. Tapi kondisi itu biasanya sangat ringan, dan bisa diatasi dengan minum obat paracetamol.

Baca Juga:22 Persen Pelajar di Medan Sudah Divaksin Covid-19

Jane juga menegaskan, tidak ada jenis vaksin tertentu yang bisa menyebabkan efek suntikan dosis kedua menjadi lebih berat. Memang efek simpang pada AstraZeneca lebih tinggi, lebih banyak dari Sinovac. Tetapi kita juga tahu bahwa efektivitas dari AstraZeneca lebih tinggi daripada Sinovac.

“Namun saya boleh share pengalaman dari radiolog. Dokter yang memeriksa foto rontgen. Jadi si dokter ini selama pandemi setiap hari harus membaca foto rontgen dari rata-rata 306 – 600 foto rontgen setiap hari,” ujar Jane.

Hasilnya, semua yang sudah divaksin, entah itu dengan Sinovac atau AstraZeneca, kalaupun ada bercak di paru itu ringan. Kasusnya itu rata-rata dengan isolasi mandiri saja sudah sembuh. Sementara yang tidak divaksin, bercak di parunya itu luas. “Bahkan ada yang masuk ke rumah sakit, baru sampai ke IGD. Belum masuk kamar baru 3-6 jam sudah meninggal. Jadi, jangan pilih vaksin. Apa saja vaksinnya, itu melindungi,” sebutnya. (mdcm/hm12)

Related Articles

Latest Articles