10.7 C
New York
Wednesday, April 24, 2024

Mungkinkah kita Tertular Virus Corona dari Jenazah Pasien Covid-19?

MISTAR,ID – Banyak orang khawatir akan penyakit yang menular setelah kematian dan kemungkinan akan tertular virus dari jenazah yang terinfeksi. Seperti halnya virus corona.

Tapi, mungkinkah jenazah pasien Covid-19 menularkan virus corona? Apakah aman jika pemakaman tetap dijalankan? Apakah jenazah tersebut harus dikuburkan atau dikremasi? Inilah beberapa hal yang sejauh ini kita ketahui.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), selama langkah-langkah pemulasaraan dilakukan dengan baik, tidak ada alasan untuk takut Covid-19 akan menyebar melalui jenazah pasien.

Sars-CoV-2 virus, yang menyebabkan penyakit ini, ditransmisikan melalui air liur manusia, misalnya ketika berbicara, bersin atau batuk.

Bagaimanapun, virus ini bisa bertahan selama beberapa hari di permukaan tertentu.

“Hingga kini, tidak ada bukti bahwa jenazah bisa mentransmisikan virus kepada mereka yang masih hidup,” ujar William Adu-Krow, juru bicara Organisasi Kesehatan Pan-Amerika (PAHO/WHO), dalam konferensi pers yang digelar awal bulan ini.

Mungkinkah Virus Bertahan di Jenazah?

“Namun begitu, bukan berarti karena kami menyebut jenazah tidak menularkan virus, Anda bisa mencium, atau semacamnya, orang tercinta Anda yang telah meninggal,” lanjut pakar tersebut.

“Kita tetap harus melaksanakan langkah prefentif dan kontrol.”

Rekomendasi WHO yang dirilis pada Maret silam menyebut, bahwa; Selain kasus Ebola, Marburg dan Kolera, jenazah orang yang meninggal pada umumnya tidak menularkan virus.

“Hanya paru-paru pasien dengan penyakit influenza yang menular, jika tidak ditangani dengan layak pada saat otopsi, akan menularkan penyakit. Di sisi lain, tubuh jenazah pasien tidak menularkan penyakit.”

Akan tetapi jenazah orang yang meninggal karena penyakit pernapasan akut masih mengandung virus di paru-paru dan organ lain.

Virus ini bisa keluar dari tubuh jenazah pada saat prosedur otopsi dilakukan, ketika alat medis digunakan, atau ketika pemandian jenazah.

Kerabat atau teman pasien Covid-19 harus memastikan bahwa jenazah yang akan dimakamkan atau dikremasi harus dilakukan oleh mereka yang telah terlatif dan profesional, seperti petugas pemulasaraan.

Mungkinkah Pemakaman Dilakukan?

Di beberapa tempat, jumlah kematian akibat Covid-19 yang terus bertambah menyebabkan krisis di industri pemakaman.
Dan demi untuk mematuhi jaga jarak sosial, pemakaman telah dilarang atau dibatasi di sejumlah negara. Beberapa negara lain masih memperbolehkannya dengan jumlah pelayat yang dibatasi.

WHO menyebut keluarga dan teman dari orang yang meninggal bisa melihat jenazah untuk terakhir kalinya sebelum dimakamkan, asalkan mereka memperhatikan beberapa ketentuan pembatasan.

“Mereka tidak boleh menyentuh atau mencium jenazah dan harus mencuci tangan mereka dengan sabun dan air setelah melihat jenazah, jaga jarak fisik harus dilakukan secara ketat (masing-masing orang setidaknya berjarak 1 meter),” ujar panduan WHO tersebut.

Orang-orang dengan gejala penyakit pernapasan tidak boleh menghadiri pemakaman, atau setidaknya mereka mengenakan masker untuk menghindari penyebaran virus, tambah panduan tersebut.

Sementara, anak-anak, orang dewasa di atas 60 tahun tidak boleh berinteraksi langsung dengan jenazah pasien Covid-19.

Apakah Jenazah Harus Dikremasi?

WHO juga mengatakan, baik pemakaman dan kremasi dimungkinkan.

“Adalah mitos yang umum bahwa orang yang meninggal karena wabah harus dikremasi, namun itu tidak benar. Kremasi adalah masalah pilihan budaya dan ketersediaan sumber daya,” imbuh panduan WHO.

Mereka yang ditugaskan untuk menangani jenazah – seperti menempatkan mereka di liang kubur – harus mengenakan sarung tangan dan mencuci tangan mereka sebelum dan sesudahnya, kemudian membuang sarung tangan yang telah digunakan.

Tidak perlu terburu-buru memakamkan jenazah pasien Covid-19, WHO menambahkan.

Juga tidak perlu membakar barang-barang jenazah, tetapi barang-barang tersebut harus ditangani dengan sarung tangan dan didesinfeksi secara menyeluruh dengan deterjen, larutan etanol 70% atau pemutih.

Pakaian dapat dicuci dengan mesin dengan deterjen cucian pada suhu tinggi (60−90°C) atau direndam dalam air panas dan sabun dalam drum besar, menggunakan tongkat untuk mengaduk dan menghindari percikan.

Menjaga Kehormatan

WHO mengatakan “kehormatan, budaya dan tradisi keagamaan serta keluarga mereka yang meninggal, harus dihargai dan dilindungi”.

Namun seiring kepanikan yang terus tumbuh, hal ini terbukti sulit dilakukan di beberapa bagian dunia.

Merwin Terán, kepala asosiasi layanan pemakaman Ekuador, mengatakan kepada BBC Mundo bahwa situasi saat ini “sangat di luar kendali” di provinsi Guayas, di mana kematian akibat Covid-19 melampaui 10.000 dalam hitungan beberapa pekan.

Ekuador adalah negara kedua yang paling terdampak di Amerika Latin, dibelakang Brasil. Sistem kesehatan di negara tersebut tidak bisa menangani banyaknya orang yang meninggal sehingga peti mati dan jenazah dibiarkan begitu saja di jalanan selama beberapa hari karena rumah duka penuh.

Rumah sakit mengirim jenazah ke sebuah gudang yang tidak dilengkapi pendingin ruangan atau sarana yang memadai untuk mengawetkan jenazah.

“Bahkan bagi kami, yang terbiasa melihat kematian, sangat sulit untuk datang [ke gudang] demi mengidentifikasi jenazah. Tubuh jenazah akan menggelembung karena cairan setelah 24 jam,” ujar Terán.

Di tempat lain, foto-foto yang menunjukkan pemakaman massal di New York, Manaus di Brasil dan Istanbul di Turki menjadi tajuk utama media.

Tetapi kenyataan pahit akan kematian pada saat virus corona seharusnya tidak menghalangi kita untuk memberikan pemakaman bermartabat bagi yang meninggal, kata WHO – dan memberikan ruang bagi orang yang mereka cintai untuk berduka.

“Pihak berwenang harus mengelola setiap situasi berdasarkan kasus per kasus, menyeimbangkan hak keluarga, kebutuhan untuk menyelidiki penyebab kematian, dan risiko terhadap infeksi,” kata organisasi itu.

“Authorities should manage each situation on a case-by-case basis, balancing the rights of the family, the need to investigate the cause of death, and the risks of exposure to infection,” says the organisation.*

Sumber : BBC
Editor : Herman

Related Articles

Latest Articles