18.4 C
New York
Tuesday, April 16, 2024

Iuran BPJS Naik Dua Kali Lipat, Turun Kelas atau Nunggak

Jakarta | MISTAR.ID – Kenaikan iuran mencapai dua kali lipat dari tarif saat ini, yakni kelas III mandiri Rp25.500 menjadi Rp42 ribu per peserta per bulan, kelas II mandiri naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu, serta kelas I dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.

Kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan itu tertuang dalam Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Oktober 2019.

Menanggapi hal itu, sejumlah masyarakat angkat suara. Sebagian besar mengaku keberatan karena harus menanggung biaya menjadi berlipat ganda. Dewi Retno (36), misalnya. Ibu rumah tangga ini mengaku harus menyisihkan uang bulanannya untuk membayar kepesertaan suami dan dua anak-anaknya.

“Suami dan anak-anak ikut kelas II. Selama ini, bayar sekitar Rp150 ribu. Nah, kalau naik dua kali lipat, berarti bayar Rp300 ribu dong. Ya berat lah. Kalau naiknya per peserta jadi Rp70 ribu masih oke, tapi jangan langsung dua kali lipat begini,” ujarnya, Rabu (30/10/19).

Jika memutuskan untuk berhenti dari kepesertaan BPJS Kesehatan, ia mengakui hal yang mustahil, mengingat suami bekerja sebagai guru sekolah swasta yang tidak dicover oleh asuransi komersial. “Kami memang butuh, mau nggak mau ya harus bayar. Mungkin, kini kami mempertimbangkan untuk turun ke kelas III saja,” katanya lirih.

Anggi M (32) lain cerita lagi. Ia memprotes kenaikan dua kali lipat karena beban bayarnya setiap bulannya menjadi semakin berat. Ia bercerita menanggung iuran untuk tiga kepala. Setiap bulan, ia membayar Rp240 ribu untuk orang tuanya, termasuk dirinya atas kepesertaan kelas I BPJS Kesehatan.

Sejak mendaftar hingga kini, ia selalu rajin membayar dan belum pernah menggunakan manfaat layanan kesehatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. “Bayangkan, saya bayar jadi Rp480 ribu per bulan, saya dan orang tua tidak pernah pakai. Ya, kalau nunggak, jangan salahkan saya sebagai masyarakat,” terang dia.

Christin Butar-butar (35), mengaku tak keberatan untuk membayar kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Toh, selama ini kepesertaanya bersama keluarga karena suami tercatat sebagai peserta penerima upah. Sehingga, ada subsidi bayar antara perusahaan dengan gaji suami.

“Suami bayar kan patungan antara perusahaan dan gaji. Saya sebagai istri dan anak-anak ditanggung dari kepesertaan suami. Mungkin, potongan gaji nanti jadi lebih besar ya, tapi tetap disubsidi, jadi saya kira tidak terlalu masalah,” imbuh dia.

Meski demikian, ia mengaku berempati dengan pekerja yang harus membayar iuran secara mandiri. “Pasti berat banget, bayar double. Saya pun meski ikut BPJS, ikut asuransi komersial juga. Untungnya, dibayari oleh perusahaan suami,” tandasnya.

Sejumlah warga di Kota Medan pun sangat keberatan atas Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini. Warga meminta agar pemerintah mencari solusi lain terhadap hal ini.

Dedi, warga Delitua yang merupakan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri, berharap agar pemerintah tidak menaikan iuran 100 persen. “Kalau memang naik, janganlah segitu besar,” ujar dia.
Ia mengaku sangat berat mengeluarkan dana untuk membayar iuran bila memang dinaikan 100 persen. “Saya daftar kelas II. Anak saya ada tiga orang,” ucapnya.

Sementara itu, warga lainnya, Bayu, menyebutkan, seharusnya BPJS Kesehatan dapat membantu masyarakat. “Ini namanya mencekik leher kalau dinaikkan,” terang dia.

Padahal, kata dia, keluarganya tidak mendapat bantuan iuran dari pemerintah. “Kami sudah mencoba membuat penerima bantuan iuran (PBI) tapi sampai sekarang belum dapat. Sekarang kami (keluarga) bingung untuk membayar iuran kalau naik,” ungkapnya.

Jamin Pembenahan Layanan

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menegaskan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan segendang seirama dengan pembenahan kualitas pelayanan.

“Loh, iya jelas. Masa naik tok, enggak pakai pembenahan. Ya, tugas saya selaku pengawas. Selaku pemberi izin rumah sakit,” katanya di kantor Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jakarta pada Rabu (30/10/19).

Terawan mengatakan pembenahan kualitas layanan BPJS itu juga bergantung pada keuangan rumah sakit. Jika dalam keadaan keuangan yang baik, otomatis rumah sakit akan memperbaiki layanan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

“Kalau dipaksakan, diseragamkan, rumah sakitnya enggak bisa bangun nanti,” ujarnya.

Selain itu, Terawan menjelaskan, dengan kenaikan iuran yang ada, anggaran dari pemerintah akan meningkat. Jumlah subsidi yang dianggarkan juga akan lebih banyak diberikan kepada masyarakat.
“Bayangin, 92,6 juta Penerima Bantuan Iuran itu kan pemberian pemerintah. Kalau itu naik, pemerintah memberi kontribusi yang luar biasa,” katanya.

Reporter : Saut Hutasoit
Editor: Luhut Simanjuntak

Related Articles

Latest Articles