12.8 C
New York
Tuesday, April 23, 2024

Dewi Andongsari Dipercaya sebagai Ibunya Gajah Mada, Simak Cerita Berikut Ini

Lamongan, MISTAR.ID

Sampai sekarang, asal usul Gajah Mada masih menjadi cerita yang menarik. Belakangan ini, berkembang cerita tutur, bahwa Gajah Mada berasal dari Lamongan. Selain cerita tutur, karena di Lamongan juga ada makam yang diyakini sebagai makam ibun yang melahirkan Gajah Mada .

Ya, salah satu makam yang lebih dikenal masyarakat Lamongan sebagai makam ibunda Gajah Mada itu adalah makam Dewi Andongsari. Makam yang berada di puncak bukit Gunung Ratu Dusun Cancing, Desa Sendangrejo, Kecamatan Ngimbang ini diyakini masyarakat sekitar sebagai pusara ibunda Gajah Mada.

Cerita tutur masyarakat menyebut di bukit yang oleh warga dikenal dengan sebutan Gunung Ratu inilah tempat Dewi Andongsari menjalani hari-harinya sampai akhirnya melahirkan Joko Modo atau yang kemudian dikenal sebagai Gajah Mada, sang mahapatih Majapahit yang terkenal dengan sumpah palapanya.

Baca Juga: Sejarah Alas Kaki yang Menarik

Untuk menuju makam yang sudah direhab oleh Pemkab Lamongan itu, peziarah harus menaiki tangga undakan. Ratusan anak tangga harus dilewati untuk sampai di puncak Gunung Ratu. Setelah sekitar 30 menit, pengunjung akan sampai pada puncak bukit.

Dari pusat kota Lamongan, situs Gunung Ratu berada pada jarak sekitar 65 kilometer ke arah selatan, sementara untuk akses jalan menuju lokasi juga sudah terbilang bagus dan jalan menuju makam sudah direhab oleh pemerintah.

“Situs Makam Dewi Andongsari ini dikenal oleh masyarakat sebagai makam Ibunda Gajah Mada ,” kata Kepala Desa Sendangrejo, Suwaji, Minggu (3/1/21).

Baca Juga: Belanda Akan Bayar Ganti Rugi kepada Anak Korban Perang Kemerdekaan Indonesia

Di bawah pohon besar dan dikelilingi tembok dengan atap tertutup, di sanalah makam Dewi Andongsari. Makam itu membujur ke utara dan selatan, dengan dilengkapi tiga payung warna emas dan juga berhias bendera merah putih.

Bukit ini, tutur Suwaji, dulunya merupakan petilasan dari Dewi Andongsari yang diusir dari Majapahit karena iri hati dari permaisuri Dara Petak dan Dara Jingga hingga Dewi Andongsari melahirkan seorang anak yang dikenal oleh warga sekitar dengan nama Joko Modo atau Gajah Mada.

“Sebelum dipugar, makam ini hanya ditandai dengan tumpukan batu,” ujar Suwaji.

Selain makam Dewi Andongsari, di kompleks pemakaman yang berada di kawasan perbukitan ini juga ada 2 pusara lain berjajar. Dua pusara tersebut adalah pusara Kucing Condromowo dan Garangan (Musang) Putih yang berada tepat sebelum masuk ke makam Dewi Andongsari. Kedua pusara ini, menurut Suwaji, dalam cerita yang diketahui warga, merupakan teman dalam pengasingan Dewi Andongsari.

Baca Juga: Mengenal Pahlawan Nasional, SM Amin Nasution Gubernur Sumut Pertama

“Masyarakat sekitar situs percaya, Dewi Andongsari adalah nama samaran dari Indreswari, salah satu istri selir pendiri Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya. Diceritakan, saat itu Indreswari sedang mengandung. Karena tidak senang kehamilan Indreswari, salah satu istri Raden Wijaya kemudian memerintahkan pengusiran terhadap Indreswari dari keraton. Dalam pelariannya, Indreswari ditemani dua binatang kesayangannya, yakni, Kucing Condromowo dan Garangan Putih,” tuturnya.

Selain menemani Dewei Andongsari, 2 hewan ini jugalah yang menjaga Jaka Mada atau Gajah Mada muda ketika sudah lahir. Suatu ketika, kisah Suwaji, saat Dewi Andongsari sedang mengambil air, tanpa diduga ada ular besar yang hendak mencelakai bayi Andongsari.

Saat itulah, dua hewan piaraan Andongsari kemudian serentak menghalau hingga terjadilah perkelahian antara ular besar melawan Kucing Condromowo dan Garangan Putih.

“Masyarakat sekitar menyebut cerita Gajah Mada diperintah oleh Ibunya Dewi Andongsari menuju Majapahit untuk melewati perbukitan di selatan desanya dan dalam perjalanannya kemudian singgah di Desa Bedander. Setelah Gajah Mada menjadi bagian dari pasukan Majapahit, Gajah Mada juga menyembunyikan Raja Jayanegara ke tempat ini,” terang Suwaji.

Sementara, Kabid Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Lamongan, Mifta Alamuddin menyebut, selama beberapa tahun terakhir, situs makam itu menjadi tempat wisata religi masyarakat dari berbagai daerah di Jatim dan Jateng. Tidak sedikit warga yang berkunjung ke makam tersebut.

“Kami sudah memasukkan Situs Gunung Ratu ini sebagai salah satu peninggalan situs bersejarah sekaligus tempat wisata sejarah yang setiap hari dikelola dan dirawat oleh seorang juru kunci makam,” kata Mifta seraya menyebut Pemkab Lamongan juga sudah beberapa kali melakukan rehab terhadap makam ini.(detikcom/hm02)

 

 

 

Related Articles

Latest Articles